Jumat, 10 Juni 2011

Sajak Anak Muda

Kita adalah angkatan gagap
yang diperanakkan oleh angkatan takabur.
Kita kurang pendidikan resmi
di dalam hal keadilan,
karena tidak diajarkan berpolitik,
dan tidak diajar dasar ilmu hukum
Kita melihat kabur pribadi orang,
karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

Selasa, 07 Juni 2011

Pohon Rambat

Pohon rambat itu mendaki anjang-anjang yang kaujalin di pekarangan belakang rumahmu.
Pada pagi hari warna sekeliling menjadi kuning seperti bunganya meskipun daun-daunnya bertahan hijau.
Tanpa pernah memperhatikan warna apa sebenarnya yang dikehendakinya, pohon itu terus mendaki sampai seluruh jaringan yang kaubuat itu penuh.
Dan belalainya mulai berpikir ke mana lagi harus mendaki untuk menunjukkan bahwa apa yang sudah kaukerjakan itu tidak tampak sia-sia.

Oleh Sapardi Djoko Damono dalam buku puisi Kolam

Ibu Kota Senja

Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi
Di sungai kesayangan, o, kota kekasih
Klakson oto dan lonceng trem saing-menyaingi
Udara menekan berat di atas jalan panjang berkelokan
Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja
Mengarungi dan layung-layung membara di langit barat daya
0, kota kekasih
Tekankan aku pada pusat hatimu
Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu

Aku seperti mimpi, bulan putih di lautan awan belia
Sumber-sumber yang murni terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas
Menunggu waktu mengangkut maut

Aku tiada tahu apa-apa, di luar yang sederhana
Nyanyian-nyanyian kesenduan yang bercanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar di pintu dinihari
Serta keabadian mimpi-mimpi manusia

Klakson dan lonceng bunyi bergiliran
Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli yang kembali
Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan


Serta anak-anak berenangan tertawa tak berdosa
Di bawah bayangan samar istana kejang
Layung-layung senja melambung hilang
Dalam hitam malam menjulur tergesa

Sumber-sumber murni menetap terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Serta senjata dan tangan menahan napas lepas bebas
0, kota kekasih setelah senja
Kota kediamanku, kota kerinduanku

Oleh: Toto Sudarto bachtiar
Memahami Puisi, 1995
Mursal Esten

Senin, 06 Juni 2011

Padang Pasir /2/

memang harus ada yang dipadamkan,
katamu. Sepanjang jalan permainan neon
dan warna - dan kata. Dan gambar perempuan
seperti menutup langit malam

menggodamu ke suatu tempat
yang kau sembunyinan di dalam otakmu.
tai kau berkata tentang apa sebenarnya?
kau balas sendiri pertanyaanmu itu.

Sabtu, 04 Juni 2011

Padang Pasir /1/

mengapa menggigil tiba-tiba?
kau berhenti di lampu merah
waktu gadis kecil itu bernyanyi
di balik jendela mobilmu

suaranya seperti yang kaubayangkan
ketika menempuh padang pasir itu
dan mendengar: di padang pasir
tidak ada larangan memakan pasir

tetapi pernahkah kau menempuh padang pasir
seperti sekarang ini mendengar
nyanyian gadis kecil itu? Pernahkah kau merasa
terkunci dalam sebutir sel darahmu?

ketika lampu itu hijau kau seperti tak peduli
bahwa baik mendengarkan setiap nyanyian
bahwa tidak usah saja membayangkan
padang pasir - di kota yang hampir tenggelam


Oleh Sapardi Djoko Damono dalam Buku PuisiAda Berita Apa hari Ini Den Sastro?